

Diterjemahkan dari Bab 1 dari Modern Bible Translations Unmasked by Russell & Colin Standish (1997).
Kedua-puluh tujuh buku dalam Perjanjian Baru ditulis pada paruh kedua pertengahan abad pertama Masehi. Tidak satupun dari naskah-naskah asli ini tersimpan. Namun orang Kristen mula-mula menjaga salinan dari tulisan suci ini. Mereka juga melakukan usaha terbaik untuk menjaga keasliannya pada saat penyalinan yang berpusat di Suriah.
Kendati demikian, dalam satu abad penulisan seri Perjanjian Baru, penyimpangan yang serius dibuat, terutama oleh para ahli taurat kota Alexandria di Mesir. Mereka termotivasi oleh keinginan untuk mendukung kesalahan faham Gnostik, termasuk didalamnya pandangan bahwa Kristus bukan bagian dari Ketuhanan (GodHead). Ketika para penulis itu mencampur-adukkannya dengan Kitab Suci, mereka menjadi semakin sembarangan dalam cara penyalinannya. Menghasilkan berbagai macam kesalahan. Tapi para ahli taurat di Suriah melakukan penyalinan dengan cermat tanpa penyimpangan.
Dari sudut pandang kedua penyalin ini, muncul dua aliran naskah Yunani yang berbeda. Aliran Timur, yang berpusat di Suriah dan Konstantinopel, tetap setia pada tulisan asli para rasul; dan aliran Barat yang berpusat di Alexandria dan Roma, sangat dirusakkan oleh penyimpangan yang sengaja dan sembarangan.
Pada awal abad ke-4, Kaisar Konstantin menugaskan Eusebius, Uskup Kaisarea, untuk mempersiapkan lima puluh salinan Perjanjian Baru. Eusebius memilih untuk menyalin naskah dari Aliran Barat yang telah tercemar itu. Keputusannya dipengaruhi oleh kekagumannya pada Origen yang adalah penyesat Alkitab.
Diperkirakan dua salinan Eusebius bertahan di Codex Sinaiticus dan Codex Vaticanus. Pada salinan ini terdapat banyak kesalahan. Pada abad ke-6 dan ke-7 setidaknya ada sepuluh ahli taurat yang berusaha untuk mengoreksi dan membawanya lebih mendekati naskah Aliran Timur yang benar. Terlepas dari usaha ini, kesalahan yang disengaja tetap ada dalam jumlah yang besar.
Pengetahuan akan penyimpangan ini tidak menghentikan Jerome dalam menggunakan naskah-naskah yang salah ini sebagai dasar untuk Alkitab Latin-nya. Terjemahannya menjadi Alkitab resmi pada Gereja Katolik Roma dan dikenal sebagai Vulgata Latin. Dengan mengabaikan segala bukti penyimpangannya, Konsili Trent ada abad ke-16 memproklamasikan bahwa Vulgata Latin bebas dari penyimpangan.
Terlepas dari pengaruh kepausan yang besar, orang-orang kristen sejati tidak tertipu. Orang-orang percaya seperti orang Waldensia dan Gereja Gallic di Perancis, serta Gereja Celtic di Inggris menolak pemutar-balikan Firman Tuhan. Mereka memilih menggunakan terjemahan dari Aliran Timur. Praktik ini juga dilakukan di gereja-gereja Tuhan di Etiopia, Persia, India, dan Cina.
Ketika orang-orang Turki menaklukkan Konstantinopel dan menghancurkan Kekaisaran Bizantium pada tahun 1453, orang yang melarikan diri ke barat membawa tulisan-tulisan Alkitabiah yang tak ternilai harganya. Tulisan ini menerangi kegelapan pada masa abad pertengahan yang diakibatkan oleh dominasi Roma Katolik. Juga membuka pikiran untuk belajar dan mengetahui kemurnian Firman Tuhan yang berharga. Kebangunan ini tersebar di seluruh Eropa bagaikan sebuah nyala api sehingga dalam waktu singkat reformasi bermunculan.
Hamba-hamba Tuhan melihat bahwa Firman Tuhan membukakan pikiran orang banyak pada kebenaran dan menghapus penyimpangan kepausan. Ketika bangsa demi bangsa melepaskan belenggu katolikisme dan menganut iman yang murni berdasarkan Firman Tuhan yang tak dapat disalahkan, ketakutan yang besar mencengkram kepemimpinan Roma. Maka pada tahun 1545 diselenggarakan Konsili Trent guna mencari cara untuk membendung kemajuan Protestanisme.
Dengan cerdik, para uskup dari Konsili tersebut menyatakan bahwa pembagian Alkitab secara gratis pada semua orang akan membawa kematian Gereja Katolik Roma. Karena buku berharga ini akan mengguncang ajaran Katolik.
Sebab itu mereka ingin sekali mencampakkan setiap Alkitab ke dalam lautan api sebagaimana yang mereka lakukan di generasi-generasi sebelumnya, namun kekuasaan mereka telah hilang dari sebagian besar wilayah Eropa. Oleh karena itu usaha yang lebih halus diperlukan untuk memundurkan kemajuan besar kebenaran Alkitab. Beberapa uskup menyarankan agar Gereja Roma Katolik seolah-olah turut mendukung Alkitab sebagai satu-satunya sumber iman supaya dapat menarik orang-orang dari Protestanisme. Namun kaum Jesuit melihat bahwa cara tersebut bukan menyelamatkan Iman Katolik, justru akan memastikan kebinasaannya. Melalui Uskup Agung Reggio sebagai juru bicara, kaum Jesuit menggagalkan strategi ini. Sebab jika mengikuti ini, mereka harus memelihara Sabat menurut Alkitab bukannya Hari Minggu menurut otoritas gereja. Dengan demikian mereka lebih memilih meninggikan otoritas gereja diatas otoritas Kitab Suci.
Argumen Uskup Agung Reggio sukses memenangkan tempat untuk melanjutkan tradisi gereja sebagai sumber utama doktrin Katolik, namun tetap tidak bisa menahan kemajuan Protestanisme dan pengaruh Kitab Suci di dalam hati orang-orang Protestan. Oleh karena itu, kaum Jesuit merancang strategi baru. Dengan sedikit penghormatan yang diberikan pada Alkitab, mereka pergi ke Douay dan Rheims di Perancis dan menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris menggunakan Vulgata Latin sebagai dasarnya, tapi dalam beberapa bagian mereka tetap menggunakan bahasa aslinya.
Kaum Jesuit tidak peduli akan kesalahan dalam terjemahan baru mereka. Sebab iman mereka bukan bergantung pada Firman Tuhan, melainkan pada tradisi gereja. Ketidak-akuratan ini justru akan membantu tujuan mereka untuk melemahkan iman Protestan pada Firman Tuhan dan membuat hati orang-orang beralih pada otoritas manusia dan gereja.
Selama tiga abad rencana Jesuit hanya mendapatkan sedikit keberhasilan. Orang-orang Protestan sangat menyadari penyimpangan naskah-naskah Barat dan menghindarinya. Orang-orang seperti William Tyndale bahkan memilih untuk meninggal di tiang pancang daripada tunduk pada Kitab Suci yang sesat. Lalu para Reformator Eropa bersatu untuk membawa kebenaran berharga dari Firman Allah yang murni. Dalam komitmen kesetiaan kepada Firman Tuhan inilah Alkitab versi King James diambil alih oleh orang-orang saleh.
Namun pada abad ke-19, kaum Jesuit memasuki gereja Anglikan secara paksa. Penyusupan ini menyebabkan terbentuknya gerakan Oxford di awal abad itu. Pergerakan di kalangan pastur muda Anglikan ini memperkenalkan kembali praktik-praktik Katolik seperti pengakuan dosa, pemujaan terhadap Maria, dan perayaan Misa, ke dalam Gereja Anglikan.
Ketika Uskup Agung Canterbury melakukan revisi terhadap Alkitab versi King James pada tahun 1870-an, dua tokoh yang paling berpengaruh dalam revisi tersebut, Doktor Westcott and Hort, berada di bawah pengaruh gerakan Oxford. Mereka mendorong para penterjemah untuk membuang naskah Timur yang menjadi dasar reformasi Protestan dan Alkitabnya, serta mengajak mereka untuk kembali pada naskah Barat yang sesat, yang selamanya merupakan sekutu katolikisme.
Karena itu, versi revisi (Revised Version) tahun 1881 mengubah sifat dasar Kitab Suci bahasa Inggris. Versi ini dan versi revisi Amerika (American Revised Version) yang muncul dua puluh tahun kemudian yang juga telah tercemar, pada awalnya tidak memiliki pengaruh yang mendalam pada protestanisme, karena versi King James masih menjadi standar Injil bagi gereja-gereja ini.
Kemunculan Alkitab revisi versi standard (Revised Standard Version) pada paruh kedua abad kedua puluh yang diikuti sejumlah besar terjemahan baru, memperlihatkan rencana kaum Jesuit yang akhirnya terlaksana. Saat itu, banyak orang Protestan telah membuang versi King James yang terpercaya dan dengan senang hati menggunakan Alkitab yang didasarkan pada manuskrip Katolik. Semua terjemahan modern yang terkenal kecuali New King James Version (juga dikenal sebagai New Authorized Version) membelokkan Kitab Suci. Termasuk New International Version, New English Bible, Today’s English Version, terjemahan Phillips-cumparaphrase, dan sejumlah terjemahan lainnya.
Tidaklah mengherankan bahwa umat Katolik secara terbuka bersukacita atas kemunculan versi revisi, yang dengan penggunaannya akan menjadi lonceng kematian bagi Protestanisme. Penggunaan terjemahan ini telah secara serius melemahkan penilaian Protestan tentang kesalahan Roma. Akibat dari penggunaan terjemahan ini, yang awalnya didukung oleh para ahli teologi, kini telah jelas terlihat.
2 Komentar. Leave new
It’s гeally a nice and useful piece of information. I’m
happy that you just shared this useful info with us.
Pⅼease keeр us up to date like this. Thank you for sharing.
Praise God!